Resensi Novel Yuki Guni Karangan Yasunari Kawabata

Judul buku                  :  Yuki Guni (Daerah Salju / Snow Country)
Pengarang                   : Yasunari Kawabata
Penerbit                       : Gagas Media
Jumlah Halaman          : 196 Halaman
Penterjemah                : A.S. Laksana

Terbitan / Edisi            : Cetakan ke I (2009)

Yukiguni adalah satu novel Yasunari Kawabata yang paling terkenal dan kerap dibicarakan sebagai karya sastra klasik yang indah sepanjang masa. Novel Daerah Salju (Yukiguni) dianggap salah satu karya puncak dari Kawabata Yasunari yang telah memenangkan hadiah nobel sastra tahun 1968. Novel ini terdiri dari potongan-potongan cerita pendek penulis yang ditulis beberapa tahun sebelumnya, sejak 1935 hingga 1941. Lalu digabung dan dikembangkan oleh penulisnya menjadi novel tahun 1947 dengan berbagai revisi dari penulisnya. Yasunari kawabata memiliki suatu keunggulan dalam novel–novelnya. Kualitas cerita disusun dengan awal yang begitu rumit. Tokoh–tokoh yang pada awalnya dirasa tidak saling berkepentingan ternyata mampu memancing pikiran pembaca untuk menerka dan menghubungkannya dengan tokoh lain. Yasunari Kawabata juga mampu menjelmakan keindahan kebudayaan dan mitologi dalam novel ini.
Novel yang melukiskan hubungan antara seorang lelaki dari kota besar Tokyo yaitu  Shimamura dengan Komako, seorang geisha, yang dikunjunginya di Daerah Salju di bagian utara Pulau Honshu. Shimamura lelaki setengah baya, gemar sekali mengembara, mendaki gunung dan menulis tentang tarian-tarian yang belum pernah dilihat. Shimamura mempunyai pekerjaan yang tidak mengikat dan hidup dari warisan orang tuanya. Shimamura juga mempunyai anak dan istri. Oleh karena itu tidak mungkin menjalin hubungan dengan wanita lain dalam ikatan resmi.  Akan tetapi  Shimamura lama menginap di Daerah Salju seolah-olah lupa akan anak-istrinya. Bukan karena dia tidak bisa melepaskan diri dan juga bukan karena tidak mau berpisah dari Komako, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan Shimamura menunggu Komako dan sebaliknya meskipun Komako seorang geisha, namun kerap kali Komako juga sering datang mengunjungi Shimamura.
Dan semakin Komako menyerahkan diri dengan kemesraan, semakin kuat juga perasaannya menyalahkan diri sendiri seolah-olah dia tidak berjiwa. Boleh dikatakan Komako tetap merenung, menukik ke dalam kesepiannya. Shimamura tidak bisa mengerti mengapa Komako semakin mengeratkan diri kepadanya. Segala sesuatu dari Komako dapat dipahaminya, tetapi tidak ada satu pun yang dapat dipahami Komako dari diri Shimamura. Hingga  pada akhirnya mereka menyadari kalau ternyata cinta mereka memang sudah gagal sejak pertama kali bertemu .

Shimamura akhirnya tidak memungkiri perasaannya kepada Komako, ia merasa nyaman berada disamping Komako. Itu yang membuat ia selalu ingin kembali ke daerah bersalju dimana Komako tinggal. Diakhir cerita ketika Shimamura dan Komako sedang berjalan-berjalan, terjadi kebakaran di rumah tempat Komako dulu tinggal. Kebakaran itu disebabkan oleh proyektor film yang akan digunakan pada acara nonton bersama malam itu. Orang-orang mengira tidak ada korban jiwa pada kebakaran tersebut, namun kemudian mereka melihat ada seseorang yang jatuh dari lantai 2, dan orang itu ternyata Yoko. Komako yang melihatnya langsung berlari mendekatinya.

Comments

Popular Posts